Di traffic light timur terminal tirtonadi ketika sore ini aku menghentikan motor yang kunaiki menunggu lampu hijau terdengar suara perempuan memanggil namaku dan melihat seorang perempuan belia mengendong anak kecil usia 1,5 tahun sedang meminta-minta bukan mengamen karena dia tidak membawa alat musik untuk mengamen. Namanya Wiwik, aku jadi teringat tahun 2004 ketika aku masih bekerja sebagai voulentire di sebuah lembaga swadaya masyarakat dan berkecimpung dalam pendampingan anak jalanan dari terminal solo sampai terminal bawen.
6 tahun yang lalu, aku sering singgah dan bermalam diterminal satu keterminal lainnya bercanda dan menemani anak-anak dampingan yang berumur kurang dari 17 tahun mengamen. Kata jalanan terdengar menyeramkan dan berbahaya bagi masyarakat pada umumnya, akan tetapi bagi anak-anak ini jalanan merupakan tempat paling hangat dan menyenangkan.
Bicara dari hati ke hati dengan mereka sangatlah menyenangkan, meskipun bukan mencari kesenangan ketika bersama mereka melainkan mencari sisi celah untuk mengembalikan mereka pada kehidupan normal mereka sebagai anak-anak dengan lingkungan dimana seharusnya mereka sebagai anak-anak berada.
Berbagai program seperti mengembalikan mereka untuk bersekolah, membantu kesulitan belajar mereka, memberikan mereka penyuluhan kesehatan, memberikan program-program keterampilan serta banyak program lainnya yang pada intinya adalah mengupayakan mereka untuk tidak mengambil resiko bekerja dijalanan. Akan tetapi setelah 6 tahun ternyata keberadaan mereka dijalanan bukannya berkurang tetapi semakin tidak terkendali.
Banyak hal yang menjadi faktor penyebab dari keberadaan anak-anak jalanan ini yang dewasa ini semakin tidak terkendali keberadaannya, diantaranya dari hasil pengamatan yang pernah saya lakukan pada sebuah perkampungan pengamen yang terletak di wilayah kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali hal tersebut dikarenakan:
- Terjadi pergaulan bebas didalam dunia mereka. Mereka dapat mempunyai anak tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. gonta-ganti pasangan sudah biasa diantara mereka. Tahun 2004 di perkampungan bantaran sungai mati di wilayah kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali dari data yang saya miliki dari 40 keluarga yang tinggal tak satupun dari anak-anak mereka yang memiliki akte kelahiran hal tersebut terbentur karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki surat nikah.
- Jumlah anak yang terlahir dari tiap hubungan sangat fantastis. Ada saya jumpai ketika melakukan pendataan, satu pasangan melahirkan 17 anak. Hal tersebut terjadi dikarenakan kebanyakan dari mereka ketika melahirkan anak pertama pada usia yang sangatlah muda.
- Rendahnya tingkat pendidikan formal orang tua mereka, dari sekian banyak kunjungan rumah yang dilakukan bahkan sampai kota Semarang, tingkat pendidikan orang tua mereka maksimal lulus sekolah dasar bahkan ada sebagian yang buta huruf.
- Ketidakharmonisan keluarga. Keretakan keluarga yang berakhir dengan perceraian juga menjadi faktor keberadaan mereka di jalan. Keluarga yang tidak harmonis mengakibatkan mereka tidak betah tinggal di lingkungan keluarga.
- Pergaulan/pertemanan. sebenarnya faktor ini juga sebagai akibat dari faktor-faktor sebelumnya terutama faktor ketidak harmonisan keluarga. Hal tersebut mengakibatkan prestasi belajar disekolah yang tidak baik yang selanjutnya menghilangkan motivasi untuk bersekolah kemudian mangkir pada jam pelajaran sekolah, nongkrong di terminal atau tempat-tempat pemberhentian transportasi bertemu dan berteman dengan anak jalanan merasakan kebebasan dijalanan dan akhirnya turut hidup di jalan sebagai anak jalanan atau pengamen.
- Kemiskinan. Tingginya biaya hidup dan mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat kalangan bawah terkadang membuat masyarakat dengan penghasilan tidak menentu untuk tidak menuntaskan pendidikan bagi anak-anak mereka.
Dari apa yang terpapar diatas, sebagai keluarga tentunya kita tidak menginginkan hal tersebut terjadi pada salah satu anggota keluarga lebih-lebih anak-anak kita. Oleh karenanya kontrol kita sebagai seorang pribadi dan orang tua sangatlah penting, tentunya tanpa harus mengekang mereka untuk menutup mata dari kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melainkan lebih memberikan pengertian tentang norma-norma yang hidup dilingkungan sosial masyarakat kita yang lebih pantas dan tentunya lebih baik secara umum untuk dilaksanakan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah keharmonisan suatu keluarga yang harus tetap terjaga sehingga tidak menganggu komunikasi antar keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar